-->


Friday 22 March 2013

Ibnu Sina: Raksasa Intelektual Muslim

Meninggalkan jejak-jejak tak ternilai di berbagai cabang ilmu. Karyanya meliputi logika, kedokteran, filsafat, matematika, astrologi, teologi, etika, politik, mistik, tafsir, kesusastraan dan musik.
Di Timur dan Barat, namanya begitu gemilang. Kecerdasannya memukau banyak orang. Karya yang dihasilkan sangat monumental dan selalu menjadi rujukan. Tak hanya satu ilmu, ia menekuni banyak bidang. Dari musik, sastra, filsafat sampai kedokteran. Tak aneh, kalau kemudian ia menjadi toggak dan pilar penggerak paling berpengaruh di dunia.
Dialah Ibnu Sina. Nama aslinya Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdullah Ibnu Sina. Ia lahir di Afshana, dekat kota Bukhara (Turkistan) pada 980 M. Ayahnya bernama Abdullah, berasal dari Balkh. Abdullah pernah diangkat sebagai gubernur Samanite, kemudian ditugaskan di Bukhara. Di situlah, Ibnu Sina mengawali pendidikannya.

Sejak belia, ia telah memperlihatkan kecerdasannya. Pada umur 10 tahun, ia hafal al-Qur’an. Ia juga menekuni berbagai literatur. Diasuh oleh keluarga Ismailiyah, ia sangat terpengaruh oleh ajaran Proselitisme Ismailiyah. Ia pun mengembangkan cita-citanya untuk mendalami filsafat. Itu memungkinkannya mempelajari alam pikiran Yunani, Islam, dan berbagai materi filsafat lainnya.
Ia sempat berguru pada Abu Abdullah, seorang ahli filsafat terkemuka saat itu. Sina belajar Ilmu mantiq, geometri, dan astronomi. Saking cerdasnya, dengan cepat, ia berhasil melampaui sang guru. Lalu, ia pun belajar ilmu kedokteran, fisika, dan metafisika al-Farabi secara otodidak. Di usia masih muda, ia berhasil menguasai ilmu-ilmu tersebut secara mendalam. Terutama kedokteran. Sehingga, banyak dokter praktek saat itu kerap berkonsultasi dengannya untuk memecahkan kesulitan.
Pada usia 17 tahun, ia menjadi dokter muda. Kemampuannya makin mengagumkan ketika ia berhasil menyembuhkan Nuh Ibn Mansur, raja dari Bukhara. Padahal, saat itu, banyak dokter ahli dan cendekiawan terkemuka yang berkumpul di istana. Namun, kesemuanya tak mampu menyembuhkan. Sang Raja hendak memberikan hadiah. Namun, Sina hanya meminta diperbolehkan melahap semua buku yang ada di perpustakaan istana.
Serasa menemukan kekasihnya, dengan giat ia mulai membaca semua buku purba di perpustakaan itu. Buku-buku itu tersimpan rapi dalam peti. Dan, buku-buku itu adalah karya yang jarang dibaca orang. Karena kecerdasannya yang luar biasa, dengan cepat, Sina menguasai bermacam-macam ilmu. Empat tahun kemudian, ia pun mulai menulis. Gaya tulisannya jelas dan gamblang.
Tak lama, ayahnya wafat. Ia pun meninggalkan Bukhara karena instabilitas politik. Ia berangkat menuju Jurjan. Di sana, ia membuka praktek dokter. Ia juga aktif bergerak dalam bidang pendidikan dan menulis buku. Namanya terus menjulang. Ia pun sempat diundang oleh Raja Khwarizim yang mengurusi soal pendidikan dan kebudayaan. Pada masa itu, ia bertemu dengan tokoh besar sezamannya, Abu Raihan al-Biruni.
Sina merasa cocok tinggal di Jurjan. Namun, karena perkembangan politik yang tidak menguntungkan dan merasa kurangnya perlindungan dan apresiasi atas karya ilmiahnya, ia meninggalkan kota itu dan pergi ke Rayy. Di Rayy, ia diterima dengan baik oleh Majdul Dawlah. Namun, ia hanya singgah sebentar. Kemudian, ia berlabuh di Hamadan. Di situ, ia berdiam lebih lama. Ia berhubungan baik dengan penguasa Sahamsud Dawlah, yang pernah disembuhkannya dari sakit perut yang kronis.
Di tempat itulah, Sina menyelesaikan karya monumentalnya, al-Qanun fi al-Thibb. Dalam bahasa Latin, kitab itu disebut canon, sedang di Barat lebih dikenal sebagai The Canons of Medicine. Konon, kitab itu merupakan puncak dan mahakarya Arab. Karangan Sina itu menjadi ensiklopedi terlengkap dan terbesar di dunia kedokteran. Kitab itu memuat jutaan istilah. Ensiklopedi kedokteran itu ditulis dalam lima jilid, memuat 760 obat-obatan. Juga jenis-jenis penyakit yang menjangkiti seluruh tubuh, mulai dari kepala sampai kaki.
Kitab itu bertalian erat dengan bidang farmakologi dan patologi. Kitab Qanun sangat dikenal sebagai kitab kedokteran paling otentik di dunia. Kitab itu banyak memuat penemuan Sina di bidang anatomi yang masih dipakai hingga kini. Sina pula yang pertama kali dapat mengenali asal muasal terjadinya penyakit menular, seperti phtisis dan TBC. Ia juga orang pertama yang dapat menjabarkan gangguan miningitis (radang otak). Dialah ilmuan pertama yang mampu menjabarkan anatomi mata berikut perangkat sistem optiknya.
Tak hanya itu, Sina juga menulis karya monumental lain. Yakni kitab al-Syifa (buku penyembuhan) yang merupakan ensiklopedi filsafat. Konon, kitab itu diselesaikan dalam waktu 20 hari. Pandangan filsafat Sina berhasil mempersatukan tradisi Aristotelian, pengaruh neo-platonik dan teologi Islam. Dalam bahasa Latin, kitab itu disebut sanatio. Kitab itu mempunyai pengaruh yang luas terhadap filsafat Barat dan Timur. Para penulis Persia menyejajarkan buku itu dengan al-Magest karya Plotemy.
Al-Syifa juga dikenal sebagai ensiklopedi filsafat yang berisi banyak karya orisinal tentang seni musik. Roger Bacon, seorang kritikus musik Barat, mengakui sumbangan Sina dalam penyempurnaan nilai musik. Selain al-Syifa, risalah filsafatnya yang cukup dikenal adalah al-Najat dan Isharat. Dalam kedua risalahnya itu, Sina memadukan dua kategori utama dalam filsafat, yakni pengetahuan teoritis dan pengetahuan praktis.
Selain kedokteran dan filsafat, Sina juga sangat berjasa dalam mengembangkan pengetahuan lain. Dalam bidang astronomi, ia dikenal sangat mahir. Ia pun dipercaya oleh Alaud Dawlah untuk memerbaiki sistem penanggalan yang sudah ada dan merencanakan pembuatan observatorium. Ia juga menentang anggapan keliru para astronom Yunani, Arab dan Hindu yang mempertahankan pendapat kemiringan gerhana mengecil secara berangsur-angsur ke arah Khatulistiwa.
Dalam bidang kimia, Sina tidak percaya pada kemungkinan terjadinya transmulasi kimia pada bahan metal. Pandangannya itu secara radikal bertentangan dengan pandangan umum saat itu. Risalahnya dalam penelitian mineral merupakan salah satu sumber utama yang sering menjadi rujukan para ensiklopedis geologi Kristen di abad ke-13.
Ia juga menulis karya-karya tentang kesusastraan dan leksikografi. Karya-karya sastranya semisal Hayy Ibn Yaqdzan dan al-Tair, memandu arah perkembangan sastra di Iran, Afghanistan, Asia Tengah, dan negara-negara Arab. Puisi terbaiknya adalah ode yang mengisahkan “penyerahan jiwa pada sesuatu yang lebih mulia”.
Ia juga menulis risalah tentang geometri, zoologi, dan botani. Ia juga sempat menulis buku tentang geologi. Karyanya ini menceritakan perihal terciptanya gunung dan kerak bumi, serta menguraikan penyebab gempa secara ilmiah. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul De Conglutiatione Lapidum. Atas sumbangannya itu, Sina dianggap sebagai “Bapak Geologi”.
Ibnu Sina tak pernah bisa betah di suatu tempat. Ia menjelajah ke berbagai negeri sambil mengembangkan ilmu pengetahuan dan filsafat. Akhirnya, ia mengalami semacam kelelahan mental hebat. Ada juga yang menyebutkan ia menderita sakit perut dam berusaha mengatasi penyakit itu. Namun, penanganan yang dilakukan berlebihan, sehingga mengalami komplikasi pada ususnya. Ia meninggal di Hamadan pada usia 57 tahun pada 1037 M.
Ibnu Sina, raksasa intelektual dari abad pertengahan itu, telah meninggalkan jejak-jejak tak ternilai di berbagai cabang ilmu pengetahuan. Karyanya meliputi logika, kedokteran, filsafat, matematika, astrologi, teologi, etika, politik, mistik, tafsir, kesusastraan dan musik. Konon, ia mampu menulis rata-rata 50 halaman per hari. Selama hidupnya, ia telah menyusun tidak kurang dari 238 buku dan risalah. Dunia pun mengakui kebesaran namanya. Sebagai buktinya, namanya diabadikan sebagai nama sebuah auditorium besar pada fakultas kedokteran Universitas Paris, Prancis. Tak berlebihan, kalau ia disebut sebagai intelektual muslim paling berpengaruh di dunia. (M. Khoirul Muqtafa)
Tulisan ini dimuat di Majalah Nebula (eks ESQ Magazine) No. 24/Tahun II/2006

No comments:

Post a Comment